KABARPESANTREN.ID—Sebuah hadis mengonfirmasi. Di hari kiamat nanti, seseorang tidak akan menginjakkan kakinya, sampai ia ditanya empat hal. Tentu, yang dimaksud di sini adalah perihal mempertanggungjawabkan empat hal termaksud. Erat hubungannya dengan semua yang diperbuat seseorang ketika ia menghabiskan hidup di dunia. Empat hal yang—setidaknya—menjadi salah satu indikator seseorang selamat atau tidak di kehidupan akhirat kelak. Jika terjawab baik, selamatlah ia. Jika terjawab buruk, entah harus bagaimana.
Pertama, ‘an umrihi fima afnahu—terkait dengan umurnya yang dihabiskan untuk apa dan dengan cara seperti apa. Umur adalah nikmat terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Nikmat kehidupan yang tersebabnyalah semua ritual penghambaan manusia kepada Allah berjalan seharusnya. Namun, umur dianugerahkan Allah dalam durasi yang terbatas. Umur manusia tidak berlangsung kekal. Fana dan akan habis pada waktunya. Dijemput ajal yang telah ditetapkan. Diisi dan digunakan untuk apa, itulah masalahnya.
Banyak yang berumur panjang dan seluruhnya digunakan untuk beribadah kepada Allah, selamatlah ia kelak. Hari-hari dan seluruh waktunya diisi dengan aktivitas yang bernilai ibadah. Bekerja di pabrik. Berdagang di pasar. Menjadi sopir. Menjadi pegawai instansi pemerintahan. Menjadi petani. Menjadi nelayan. Menjadi apa pun dalam konteks menjemput titipan rezeki dari Allah. Semua diniatkan ibadah. Untuk bekal beribadah. Niscaya, umur yang Allah anugerahkan terasa berkah dan penuh dengan kebaikan.
Banyak pula yang berumur panjang, tetapi sebagiannya dihabiskan untuk bermaksiat kepada Allah. Bekerja sembari menzalimi pihak lain. Berdagang dengan tak henti berbuat curang. Menjadi pejabat publik dengan merampas hak orang lain. Melakukan apa saja dalam upaya menumpuk materi duniawi dengan melakukan keburukan-keburukan yang diakomodir oleh hawa nafsunya sendiri. Umurnya menjadi penuh dengan kehinaan. Ia harus bersiap-siap menghadapi akhir yang buruk saat dijumpai kematian.
Tak sedikit yang berumur pendek dan penuh dengan kebaikan, tetapi pula sebaliknya berumur pendek dan berlumur dosa dan kesalahan. Semua akan dimintai pertanggung jawaban. Tanpa terkecuali. Perihal umur adalah hal yang amat misteri. Tak ada yang tahu kapan seseorang akan mati. Tersebabnyalah, mengisi umur dengan kebaikan-kebaikan, menyempurnakan ibadah, melanggengkan ketaatan, menjadi pilihan dan prioritas seseorang dalam mengisi hari-harinya.
Kedua, ‘an jismihi fima ablahu—tentang tubuhnya digunakan untuk apa sampai kelak tubuh itu rusak ditimbun kematian. Tangan yang digunakan untuk memberi dan menolong, tentu lebih baik daripada tangan yang dipakai untuk memukul dan menyakiti pihak lain. Kaki yang dilangkahkan menuju masjid dan tempat-tempat yang baik, tentu jauh lebih baik daripada kaki yang dilangkahkan ke tempat maksiat. Mulut yang digunakan untuk mengucapkan sesuatu yang bermanfaat, jauh lebih baik daripada mulut yang berucap fitnah dan hasutan.
Semuanya, tanpa terkecuali, alat indra yang Allah anugerahkan, digunakan untuk mengakomodir lahirnya kebaikan-kebaikan. Jika tidak digunakan untuk berbuat baik, tentulah hal buruk yang akan mendominasi dan kelak akan dipertanggungjawabkan. Bukan sesuatu yang mudah. Semua anggota tubuh manusia akan bersaksi di hadapan Allah. Apakah ia dipakai untuk taat atau justru diperalat untuk melangsungkan maksiat. Demikian sementara. Dua bagian akhir in syaa Allah tersampaikan di tulisan berikutnya. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. (KPN/Kiki Musthafa)