Munggahan Bukan Hanya tentang Makan di Akhir Syaban

Ilustrasi: kabar6.com

KABARPESANTREN.ID—Munggahan adalah tradisi makan bersama di hari terakhir bulan Syaban. Sekalipun tradisi tersebut hidup di daerah lain dengan istilah yang berbeda, munggahan terlanjur identik dengan tradisi urang Sunda.

Hanya saja, tradisi ini telah terdistorsi dan makna filosofisnya tereduksi dengan begitu jauh. Orang tua dahulu, mengisi momentum munggahan dengan nyekar ke makam keluarga dan dengan memperbanyak sedekah.

Bacaan Lainnya

Saat ini, sekalipun nyekar ke makam keluarga masih berlangsung, tetapi justru mungguhan lebih terlihat riuh di area wisata dan tempat-tempat makan. Urang Sunda rela berdesak-desakan memesan makanan atau mengantri masuk untuk makan di tempat wisata tersebut.

Terjadinya pergeseran cara mengisi munggahan tersebut secara langsung mereduksi makna filosofis dari munggahan itu sendiri. Dari sesuatu yang sangat spiritualistik menjadi tampak pragmatis dan kental dengan nuansa konsumeristik.

Faktanya, munggahan berasal dari bahasa Sunda, munggah, yang berarti naik. Semisal, munggah haji berarti naik haji. Munggah adalah kata naik yang identik dengan hal-hal yang bersifat spiritual.

Karenanya, munggahan adalah proses naiknya kualitas diri seseorang sebelum naik pada tempat tertinggi penyucian diri di bulan Ramadan. Tidak sederhana. Fase munggah-nya seseorang menuju Ramadan dimula dari sejak bulan Rajab.

Bulan Rajab berfungsi litathhiri al-badan, yakni untuk mensucikan badan. Semua anggota badan harus bersih dari semua hal-hal buruk. Tidak digunakan dan dipersentuhkan dengan perbuatan dosa dan maksiat.

Selanjutnya, bulan Syaban berfungsi litathhiri al-qalb, yakni mensucikan hati. Artinya, di bulan tersebut, hati harus benar-benar bersih dari semua penyakit hati: Dendam, hasut, iri, dengki, prasangka buruk dan lainnya.

Terakhir, setelah badan dan hati benar-benar bersih, Ramadan adalah puncaknya, yakni litathhiri al-ruh, untuk membersihkan jiwa. Karenanya, di hari-hari terakhir Syaban, harus penuh dengan amalan yang baik. Nyekar dan sedekah adalah salah satunya.

Munggah menuju Ramadan, berarti naik dari badan dan hati yang bersih menuju jiwa yang tersucikan sepenuhnya. Tentu, proses munggah-nya terisi dengan selama shaum sebulan penuh. Shaum yang juga menahan semua anggota badan dan pikiran dari maksiat kepada Allah.

Akhirnya, tak jadi soal, mengisi munggahan dengan berangkat ke area wisata dan tempat makan, tetapi jangan tinggalkan pula nyekar ke makam keluarga, bersedekah dan melanjutkan amalan-amalan saleh lainnya. (KPN/Kiki Musthafa)