Menjawab Salam dari non-Muslim

Foto: kabarpesantren.id

KABARPESANTREN.ID—Salam adalah penghormatan dan doa. Menjawab salam sama hal dengan menghargai dan mendoakan balik orang yang mengucapkan salam.

Teknis menjawab salam dalam al-Qur`an adalah fahayyu bi ahsana minha aw rudduha—maka balaslah penghormatan tersebut dengan yang lebih baik atau yang setara.

Bacaan Lainnya

Semisal, apabila sesorang mengucapkan assalamu’alaikum, terdapat dua alternatif menjawab salam tersebut. Pertama, dengan yang lebih baik, bi ahsana minha, dengan wa’alaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Lalu, kedua, menjawabnya dengan balasan yang setara, rudduha, yakni dengan hanya mengucapkan  wa’alikumsalam tanpa menyertakan wa rahmatullahi wa barakatuh.

Tentu, menjawab salam dengan bi ahsana minha—yang lebih baik—adalah pilihan yang amat mulia, sekalipun dengan rudduha—yang setara—juga tak apa-apa. Yang tidak boleh adalah menjawab dengan balasan yang tidak sepadan.

Contoh, menjawab assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh hanya dengan wa’alaikumsalam tanpa mengikutkan wa rahmatullahi wa barakatuh. Ingat, kebaikan harus dibalas lebih atau paling tidak, dengan setimpal.

Secara prinsipal, menjawab salam adalah sebuah keharusan. Tak terkecuali salam yang pengucapnya adalah non-muslim, hanya saja teknis menjawabnya berbeda dan memiliki ketentuan khusus.

Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw menjelaskan, “Idza sallama ‘alaikum ahadun min ahli al-kitabi, faqulu: Wa ‘alaikum.” Sabda Rasul, “Jika salah satu dari ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, jawablah dengan: Wa ‘alaikum.”

Tentu, jawaban tersebut sebagai bentuk apresiatif dan penghormatan karena sudah didoakan selamat melalui mekanisme ucapan salam yang telah diucapkan—sekalipun oleh non-muslim. (KPN/Kiki Musthafa)

Penulis: Kiki Musthafa