Mencari Suami

Ilustrasi: kabarpesantren.id

SEPULUH tahun lalu. Suaminya hilang. Kabur merebut istri orang. Lebih cantik dan menarik. Dalam banyak hal. Rumor yang berkembang. Lebih salihah juga. Rajin ke pengajian. Rajin ibadah. Sempurna. Kekurangannya hanya satu: Rela dibawa minggat suami orang. Kontradiktif dan absurditas sebagian manusia religius hari ini.

Rajin sedekah, tetapi korupsinya istiqamah. Haji dan umrah setiap tahun, tetapi kepongahannya menahun. Mengaji tanpa henti, tetapi doyan memfitnah dan menyakiti. Mengaku mencintai Allah dan Rasul-Nya, tetapi zalim terhadap sesama. Tak absen shalat berjamaah, tetapi rakus harta dan naudzubillah serakah.

Bacaan Lainnya

Semua platform media sosial. Telah ia penuhi dengan wajah si suami. Siapa saja yang menemukan. Jangan lapor polisi. Takutnya ia harus bayar itu dan ini. Lapor saja padanya langsung. Nomor WA-nya disebarluaskan. Seluas harapan bahwa suaminya akan kembali. Jika tidak kembali. Ia berdoa semoga suaminya mati.

Ia mengubah jati diri. Memakai kerudung dan baju muslimah. Rajin ke pengajian dan memperbaiki ibadah. Cita-cita ingin menjadi artis ternama telah ia kubur tiga meter di bawah septic tank. Segeralah ia beralih mimpi. Ingin menjadi perempuan salihah. Agar suaminya kembali. Agar ada suami orang lain yang begitu militan ingin membawanya pergi.[]

 

 

Penulis: Kiki Musthafa, Pemimpin Redaksi kabarpesantren.id