Taubat Tak Pernah Terlambat

Ilustrasi: kabarpesantren.id

KABARPESANTREN.ID—Sebuah hikayat. Terkisahkan di masa Bani Israil. Tentang seseorang yang beribadah kepada Allah selama 20 tahun dan bermaksiat kepada Allah selama 20 tahun pula. Seakan-akan impas dan tak berbekas.

Suatu ketika ia bercermin dan melihat janggutnya yang memutih. Umur tak bisa ditepis. Menua adalah hal yang niscaya. Ia dirundung sedih. Lalu berkata, “Ilahi atha’tuka ‘isyrina sanatan tsumma ‘ashaituka ‘isyrina sanatan, fain raja’tu ilaika ataqbaluni?

Bacaan Lainnya

Katanya, “Allah-ku, aku taat kepadamu selama 20 tahun dan bermaksiat pula selama 20 tahun. Jika aku ingin kembali, mungkinkah kau menerimaku?” Diucapkan dengan kesedihan yang merongga begitu dalam di dadanya. Ia menyesal. Ia ingin bertaubat.

Terdengarlah jawaban, “Ahbabtana fa`ahbabnaka, wa taraktana fataraknaka, wa ‘ashaitana fa`amhilnaka.” Jawaban yang begitu manis: Kau mencintai kami niscaya kami akan mencintaimu, kau meninggalkan kami niscaya kami akan meninggalkanmu, kau bermaksiat kepada kami niscaya kami akan mengabaikanmu.

Puncaknya, “Fain raja’ta ilaina qabilnaka, maka jika kau kembali kepada kami niscaya kami akan menerimamu lagi.” Tidak ada kata terlambat untuk taubat. Sebanyak dan sebesar apa pun kesalahan diperbuat. Selagi ruh terkurung dalam jasad. Pintu taubat senantiasa terbuka. (KPN/Kiki Musthafa)