Segelas Tangis

Ilustrasi: kabarpesantren.id

SELEPAS istrinya minggat. Membawa anak perempuannya. Baru berumur tiga tahun. Sedang lucu-lucunya. Ia memilih tak melakukan apa pun. Tidak lagi menjadi kuli bangunan. Tidak pula melanjutkan jualan molen di depan rumah. Hidupnya sudah runtuh. Harapannya karam. Ia memilih tak menjadi apa pun. Percuma.

Seminggu selepas istrinya kabur. Membawa anak perempuannya. Ia berusaha mengaburkan ingatan. Dengan lebih gila berkerja. Dari pagi sampai malam. Dari malam sampai pagi lagi. Tidur sedapat sempat. Ia mengaduk semen dengan air matanya. Rumah orang ia bangun. Rumah sendiri berantakan.

Dua minggu selepas istrinya kabur. Membawa anak perempuannya. Ia lanjutkan jualan molen. Pisang dipotong tiga. Adonan terigu dibuat beberapa lembar. Dibalut dan dilempar ke minyak mendidih. Dadanya berguncang. Air matanya ikut matang. Sehari penuh tak satu pun molen terjual. Ia ambil semuanya. Ditelan hingga habis. Ditemani segelas tangis.[]

(KPN/Kiki Musthafa)