KABARPESANTREN.ID—Jangan terburu-buru menyimpulkan. Judul tulisan ini bukan tentang cinta yang di serial sinetron televisi itu. Bukan pula yang diceritakan anak-anak tanggung yang baru menginjak remaja. Bukan cinta-cintaan.
Ini tentang merasa memiliki kehidupan dunia. Hati-hati, jangan sampai jatuh cinta. Apalagi cinta secinta-cintanya. Ya, apalagi harus sampai cinta buta. Bahaya dan membahayakan pihak lain.
Banyak keterangan hadis dan ayat al-Qur`an yang menyatakan tentang itu. Narasi yang dibangun di sana selalu tentang bahwa dunia tak lebih dari mainan belaka. Artinya, bukan sesuatu yang benar-benar serius—sekalipun harus dihadapi dengan serius.
Apa pun yang kita miliki hari ini, sejatinya hanya titipan. Tidak benar-benar kita miliki. Kita hanya perantara saja. Distributor kebaikan bagi sebanyak mungkin orang.
Silakan tandai bagian kalimat ini. Catat di bagian hati paling sunyi. Jika kita merasa memiliki apa pun yang saat ini ada dalam kuasa kita, itulah indikator awal kita jatuh cinta pada kehidupan dunia.
Merasa memiliki adalah gejala awal orang yang sedang jatuh cinta. Tanpa peduli apa dan bagaimana objek yang sedang dicintai, mereka yang sedang jatuh cinta selalu merasa memiliki.
Karenanya, apabila otoritas kepemilikannya terusik atau diusik pihak lain, ia akan berontak dan melawan. Semisal, ketika merasa memiliki kendaraan, apabila kendaraan tersebut dirusak atau dicuri, pastilah akan marah.
Respon itu terjadi karena adanya rasa memiliki. Sementara itu, rasa memiliki lahir karena karena tumbuhnya rasa cinta. Jika ada contoh lainnya, silakan Anda renungkan.
Memiliki kehidupan dunia tentu diperbolehkan, lebih tepatnya, menerima titipan dari Allah. Dalam hal ini, mencari kehidupan dunia, tentu boleh bahkan wajib. Harus dicari.
Akan tetapi, orientasinya untuk akhirat bukan untuk kehidupan dunia itu sendiri. Merasa memiliki yang dilatarbelakangi oleh perasaan cinta pada kehidupan dunia hanya akan melahirkan madarat tiada jeda.
Perlu dicarat, perasaan cinta terhadap urusan dunia adalah pangkal dari segala kesalahan. Ekspresi rasa cinta itu akan tampak dari respon kita terhadap materi duniawi yang kita terima.
Ingat, semua hanya titipan dari Allah dan bukan milik kita. Jika saat ini Allah sedang menitipkan, di saat lainnya akan sangat mudah bagi Allah untuk mengambilnya kembali. Karenanya, sikapi dengan bijak.
Coba renungkan sesaat saja. Apabila hati masih merasa berat saat harus zakat. Merasa rugi saat harus infak. Merasa kehilangan saat harus sedekah. Merasa berkurang saat digunakan untuk kepentingan umat. Kita sedang jatuh cinta pada dunia.
Lalu, merasa sedih saat kehilangan harta. Merasa terpuruk saat merugi dan bangkrut. Tanpa disadari atau sadar tetapi pura-pura tak mengerti, itulah indikator pasti bahwa kita sedang benar-benar cinta pada kehidupan dunia dan lupa bahwa semua sementara belaka.
Lain hal, apabila kita ringan hati saat menunaikan zakat. Bahagia saat menyalurkan infak. Terpuaskan ketika mampu bersedekah. Rela saat harta digunakan untuk kemaslahatan umat. Kita sedang berada di keadaan yang baik.
Lalu, apabila bersyukur saat kehilangan dan memohon ampun saat titipan itu diambil kembali oleh Allah. Segera berbahagia bahwa itulah indikator kita sedang menggunakan kehidupan dunia untuk kepentingan akhirat saja.
Akhirnya, tak ada larangan menjadi kaya. Dititipi rezeki lebih oleh Allah adalah sebuah kehormatan sekaligus ladang ibadah yang luas. Dengan rezeki yang lebih itu, banyak kebaikan bisa kita lahirkan.
Orientasinya ibadah dan untuk kehidupan akhirat yang kekal. Karenanya, mencari cara agar layak dititipi lebih oleh Allah, tentu boleh, tetapi jangan sampai jatuh cinta! Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]