(Seakan) Mengunjungi Para Nabi

KABARPESANTREN.ID—Dalam sebuah pepatah sufistik, terkatakan bahwa apabila seseorang bahagia mendengarkan pengajaran dan bertemu dengan ahli ilmu, itu petanda bahwa hidayah dari Allah sedang turun untuk dirinya. Karenanya, layaklah kita bergetar jika melihat jemaah yang merapat penuh khidmat dalam sebuah pengajian tertentu.

Layaklah pula kita terharu melihat banyak orang berebut mencium punggung tangan orang alim tersebab berharap berkah kebaikan darinya. Ekspresi kecintaan terhadap kekasih Allah. Logis adanya jika kemudian Allah menurunkan hidayah bagi orang-orang yang mencintai kekasih-Nya: Ulama pewaris para Nabi itu. Mencintai ulama bagian dari mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Bacaan Lainnya

Man zara al-‘ulamaa fakaannama zara al-anbiyaa—barang siapa yang mengunjungi ulama seakan ia mengunjungi para nabi,” demikian sabda Nabi Saw. dalam sebuah hadis yang secara langsung menyanjung personalitas ulama. Sekalipun sama sebagai manusia biasa, tetapi Allah menganugerahi ulama dengan keluasan ilmu, ketulusan amal, kekuatan sabar, keteguhan tawakal dan hal mulia lainnya.

Mengunjungi ulama, tidak hanya bersilaturahim ke rumahnya, tetapi pula hadir di majelis pengajian dimana ia menyampaikan pengajaran dan nasihat-nasihat baiknya. “Julusu sa’atin ‘inda al-‘ulama`i ahabbu ila Allahi min ‘ibadati alfi sanatin—duduk sesaat saja di dekat ulama lebih Allah cintai daripada ibadah seribu tahun,” sabda Nabi Saw. di hadis berikutnya.

Hadis yang juga mengindikasikan sanjungan Nabi Saw. untuk seseorang yang disinyalir Al-Qur`an memiliki kepekaan khasyyah yang dalam: Rasa takut yang amat sangat kepada Allah Swt. Tersebab rasa takut itulah, ia tidak takut apa pun, kecuali takut apabila Allah tidak meridhai langkah dan perjuangannya. Karenanya, ucap dan sikapnya, tindakan dan perjalanan dakwahnya, senantiasa terjaga dari hal-hal yang tidak disukai Allah.

Duduk di dekat orang-orang sedemikian itulah, keberkahan tak terhingga akan senantiasa mendekati kita. Tentu, bukan hanya duduk saja. Logikanya, dekat dengan ulama, memungkinkan dekat dengan pengajaran ilmunya, dekat dengan nasihat-nasihat terbaiknya, dekat dengan doa-doa makbul-nya, dekat dengan uswah hasanah dari ucap, sikap dan pemikirannya.

Tersebab dekat itu pulalah kita mendapatkan banyak hal baik darinya. Tersebab mendapatkan banyak hal baik darinya, semisal, bertambahnya pemahaman tentang ilmu-ilmu syari’at, kualitas ibadah kita menjadi lebih baik. Tentu, ulama yang al-ladzi ‘amila bi ‘ilmihi. Tulus karena Allah dan berdedikasi penuh pada ilmu. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]

 

 

Penulis: Kiki Musthafa