KABARPESANTREN.ID—Agaknya Anda pun memiliki pengalaman yang sama. Ada satu keadaan dimana seseorang seperti mendadak tampak tidak bersahabat. Belakangan ini, setiap jumpa, muka masam dan rona tak senang yang Anda dapati darinya. Entah kenapa. Anda sendiri kadang dibuat bingung. Mulailah menduga-duga. Mencari penyebab apakah gerangan yang membuatnya sedemikian berbeda. Mulailah berspekulasi. Tentang hal ini dan itu dan—sialnya—belum tentulah dugaan itu benar.
Semisal, sebelum saya menulis catatan ini. Saya berangkat mengantarkan anak ke sekolah. Di perjalanan pulang. Saya berpapasan dengan seseorang yang biasanya humble—jika jumpa di banyak kesempatan. Kali ini amat berbeda. Artinya, saya tidak melihat bahwa dialah yang saya kenal selama ini. Seperti orang lain atau bahkan sudah menjadi orang lain. Saya melempar senyum—alih-alih menekan klakson karena ternyata klaksonnya rusak. Sayangnya, ia membalas dengan muka sepekat lumpur.
Ada apa? Pertanyaan itu yang terus menyerang saya sepanjang perjalanan pulang. Saya yakin, jika Anda menjadi saya, pertanyataan serupalah yang juga menghantam Anda tanpa ampun. Sesuatu yang terasa berbeda paling berpotensi memantik tanya. Oh, mungkin karena saya pernah berbuat salah. Namun, kapan? Salah apa? Anda pun akan bertanya-tanya demikian. Belum benar-benar tenang apabila tidak sampai pada jawaban paling logis yang Anda simpulkan sendiri.
Tenang. Anda baik-baik saja. Seseorang yang tetiba berubah sikap dan membuat Anda bertanya-tanya itu, belum tentulah benar-benar sedang bermasalah dengan Anda. Toh, praduga ini dan itu hanya asumsi belaka saja. Dugaan sementara yang butuh pembuktian dan hanya lahir dari rasa ingin tahu yang mendadak menggebu. Agar tidak berlarut-larut dan Anda jatuh pada kesimpulan yang keliru, baiknya, respon dengan prasangka baik terlebih dahulu.
Mungkin, fokusnya sedang terbagi saat berpapasan dengan Anda. Pikirannya disesaki dengan banyak objek yang membuatnya tertekan, semisal, atau hal lainnya yang begitu mengganggu. Urusan keluarga. Perihal pekerjaan. Ini dan itu. Itu dan ini. Banyak hal. Toh, Anda tidak wajib juga, kan, serba tahu semua urusan dan masalah orang lain? Tenang saja. Dia sedang tidak bermasalah dengan Anda. Dia hanya sedang bermasalah dengan dirinya sendiri.
Apa yang Anda rasakan tentang perubahan gelagat dan sikap orang lain terhadap Anda, sama percis dengan apa yang dirasakan orang lain, ketika Anda tampak berubah sikap kepadanya. Mungkin Anda tidak menyadari itu. Mungkin bagi Anda bertegur sapa dan bersedekah senyum setiap jumpa, tidaklah penting. Namun, percayalah, bagi orang lain, itu amatlah berharga. Hilangnya tegur sapa dan lenyapnya senyum di bibir Anda, akan mengubah persepsi orang lain kepada Anda—dalam seketika. Anda mengalaminya sendiri pula, kan?
Karenanya, term tabassam—senyum—dalam Islam menjadi salah satu mekanisme sedekah dalam konteks yang lain. Fungsi sedekah, salah satunya, adalah untuk membahagiakan dan meringankan beban orang lain. Bukan menyakiti dan membebani orang lain dengan beragam praduga dan asumsi karena Anda lupa memberi sapa dan menyedekahkan senyum. Seberat apa pun beban yang terpikul, jika berjumpa dengan orang lain, jangan lupa sapa, jangan lupa senyum. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. (KPN/Kiki Musthafa)