KABARPESANTREN.ID—Santri tidak hanya menjadi kiai. Banyak yang setelah mesantren dan mengaji di kobong, kemudian berkiprah dan mengabdi di ranah lain. Tentu, dengan tidak meninggalkan identitasnya sebagai seorang santri. Adalah dr. H. Muhammad Ikbal, M.M., seorang dokter yang saat ini diamanahi menjadi direktur Rumah Sakit Dadi Keluarga Ciamis (RSDKC) Baregbeg Ciamis, salah satu contoh konkretnya.
Terlahir di keluarga yang dekat dengan lingkungan pesantren, di Kalimanggis Manonjaya Tasikmalaya, dokter muda kelahiran 1988 ini, sejak kecil terbiasa menghabiskan waktu di kobong. Mengeja alif-ba-ta dari Al-Qur`an hingga mengaji beberapa kitab kuning dasar, semisal, Jurumiyah untuk gramatikal bahasa Arab hingga Safinah untuk kajian fiqh.
Di tengah kesibukannya menjalani aktivias sekolah yang padat dari sejak SD hingga SMA, mengaji di Pesantren Al-Idhhar Manonjaya, tidak pernah benar-benar ditinggalkannya. Terlebih keluarganya memiliki hubungan kerabat dengan keluarga pesantren. Jadilah ia santri kalong yang aktivitas sehabis magribnya habis di kobong bersama para santri.
“Masa-masa itu jelas sulit dilupakan. Rindu rasanya kembali mengaji sehabis magrib bersama para santri. Rindu melantunkan tasrifan bersama-sama atau belajar ngalogat di kitab kuning yang spasinya sempit,” kenang Ikbal sembari menertawakan masa-masa ketika ia menjadi santri kalong, rentang waktu 2002-2008.
Selepas menyelesaikan masa sekolah di SMAN 1 Kota Tasikmalaya, tahun 2008, Ikbal melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Unsoed Purwokerto. Baginya, menjadi dokter adalah mimpi yang menumbuh sejak ia bersekolah di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Ia terinspirasi oleh senior-seniornya yang mengabdikan diri menjadi tenaga medis. Baginya, dokter adalah salah satu profesi yang mulia.
“Waktu mengaji, sempat mendengar Kang Haji, menyampaikan bahwa manusia terbaik adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Salah satu motivasi saya kala itu dan tentu sampai ini adalah ingin menjadi yang terbaik dengan memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin orang. Menjadi dokter adalah jalan yang saya tempuh untuk itu,” ujar Ikbal saat ditanya tentang salah satu motivasinya menjadi dokter.
Setelah lulus di Fakultas Kedokteran Unsoed pada tahun 2012, Ikbal sempat terpukul saat ibu tercintanya didera sakit yang panjang. Kanker yang diderita ibundanya, membuatnya harus selalu siaga mengantar untuk kemoterapi selama berbulan-bulan di Rumah Sakit Dadi Keluarga (RSDK) Purwokerto. Pada tahun 2015 ibundanya berpulang.
“Sangat terpukul. Membersamai ibu melewati kemoterapi dan lainnya hingga akhirnya wafat. Dalam keadaan demikian, tekad saya untuk terus mengabdi sebagai seorang dokter semakin kokoh dan membaja. Setiap berhadapan dengan pasien, selalu teringat ibu saya. Karenanya, bagi saya, pasien seperti layaknya keluarga. Seluruh daya dalam diri saya untuk kesembuhan mereka,” ujar Ikbal saat menceritakan ulang masa-masa terakhir bersama ibunya.
Terlepas dari semua itu, ketika kini ia diamanahi menjadi direktur di RSDK Ciamis, karakteristik santri yang melekat dalam dirinya, sebisa mungkin ia pertahankan. Pengajian rutin dokter, tenaga medis dan karyawan di rumah sakit yang dipimpinnya, menjadi atensi khusus di antara banyak agenda penting lainnya.
“Kembali, rumah sakit ini adalah proyek panjang tentang amal saleh. Di sini, saya mewakafkan diri saya untuk kebermanfaatan banyak orang. Untuk dokter, karyawan juga tentunya pasien yang sedang berobat di sini. Karenanya, pengajian sebagai terapi spiritual amatlah penting agar niat baik, proses baik dan cita-cita terbaik itu tetap terjaga di bawah ridla Allah Swt.,” pungkasnya dengan nada yang pelan dan pasti. Sekali santri, selamanya santri. Selamat bertugas, Dok.[]